20.3.11

Lirik lagu 'maddah rosul' - Dang Faturrohman

Yaa Rasuulallooh!
Madadtu bi mahabbatil mudznib.
Liqoo uu ka, rojaa i kulla hiinin.
Unshuur rohmatik, 'alaa ummatik,
kamaala rohmatik.
...
Ya musthofa! 3x
Ya kholiilar-rohiim,
Ya rohmatan lil 'alamiin.

Yaa Rasuulallooh!
Madah kupersembahkan untukmu.
Dari makhluk pendosa hina ini.
Yang bahkan malu, untuk berharap,
Mendapatkan syafa'at darimu

Ya musthofa! 3x
Engkaulah cahaya,
(nan) rohmatan lil 'alamiin

Yaa Rasuulallooh!
Meski zaman-zaman tlah berlalu,
Izinkanlah hamba berkhidmat kepadamu.
Izinkan hamba, yang hina ini,
Melantunkan sholawat kepadamu.

Ya musthofa! 3x
Ya kholiilar-rohiim,
Ya rohmatan lil 'alamiin.

29.6.08

Buat orang-orang di sekelilingku

Temanku
Kamu tidak perlu malu karena dirimu
Busungkan dada! Pancarkan akal!
Jangan impikan pikiran, berealisasilah

Sayangku
Jalanmu akan muncul
Berbalur sinar cinta
Jalur panjang nan rumit, bagiku
Bagimu? Tidak…..

Karibku
Titik akhir hidupmu di sana
Pijaklah, melangkah hapuskan titik-titik itu
Beryakinlah kamu buta padanya

Walau semua itu,
daun-daun keringpun tetap menari beria
Yakin bahwa tariannya berguna pada
setiap dasar yang dihinggapi

  • Buat teman, karib, dan sayangku.

siklus

Lima jam tadi aku sakit perut, tapi lima jam ke depan aku sembuh. Empat jam lagi aku akan pergi keluar dari kamar ini, dan sekitar tiga menit aku masuk kamar mayat. Barusan terdengar adzan isya dan tak lama kemudian berhenti senyap. Sehari lagi aku akan pergi dari padang pasir ini, tetapi tiga hari kemudian aku akan berada di padang pasir terkutuk ini. Sebentar aku menggaruk sela-sela jari kakiku, kemudian perhatianku tertuju kembali pada mesin ketik tua jahanam. Sebentar aku hidup tetapi mungkin sebentar lagi aku akan mati

Dosa Siapa?

Siapa indungmu?
Kurus hitam anakku
Dekil lusuh kusut tampakmu
Satu hari tanpa henti berteriak, mencoba melantunkan satu lagu
Oh iya! Kamu tak beralas?
Coba beri aku lantunan melodi indah bersatu
Parau bersuara teriak bermelankolis
Kenapa tak berbaju?
Ayolah bersemangat, berseri
Beri aku lagu, inspirasi bagiku
Biarkan orang-orang terganggu
Yang penting kamu berlagu
Lho kok! Berhenti...Kamu sakit?
”Sejak kemarin subuh belum makan Pak!”

---

Mengapa anak kecil harus berlagu diteriaki matahari menapaki panas aspal tanpa beralas kaki?
Kenapa orangtuamu dan orang-orang lain tega mengganggu jiwa kecilnya? Hanya untuk satu koin rupiah buat makan nasi.

Biarkan bapakmu cari duit, biarkan orang lain mengurus jika Emak-Bapakmu telah mati. Hiduplah bersama teman-teman kecilmu, biarkan beban-beban itu kami tanggung.
Dosa besar buat kami, membiarkanmu terus melangkah tak pasti.
Dosa besar bagi negeri, membiarkan hidup kecilmu tergerogoti dan MATI!

Sayang

Sayang ... sebutan itu tak pantas keluar dari mulutku untukmu/Lantunan suara, pandangan nanar bersinar/Kilauan putih kulitmu terpadu berbaur/Bermelankoli melantun satu lagu/Aku cemburu, cemburu karenamu telah terpesona/Otak jernih, idealisme, terfase memberi ruas/Aku malu/Kamu sangat bermadu/Segala asamu tertandu/Sulit bagiku menjadi tandu bagimu/Keraguan muncul beriring berjalan bergemerincing/Sayang... ucapan yang tak bisa menyatu terpadu dengan mulutmu!!

ROKI

Roki ganteng penuh percaya diri
berbicara lantang melenggang
mencoba menarik hati orang

Roki koleris berpropaganda berdiri
tegak berwibawa menjadikan
semuanya menunduk dan terhanyut
dalam bujuk

Roki gagah dan kuat meninju
jantung para cilik dan membungkam
semua beo polos nan jujur

Roki yang memiliki semuanya,
Tetap dan masih saja tertindas Sang Istri
menangis memohon remisi

27.6.08

Air matamu buatmu juga

Menangiskah kamu?/Apakah air matamu buatku?/Waktu kita pasti akan bersua/ Pedih dan sedih itu realita/Hidup kita masih panjang membentang/Puncak-puncak pun masih belum terpandang/Biarkan memori indah yang terpahit/Niscaya tuan waktu akan menghapus

Ini hanyalah debu kecil dari hidup/Banyak debu-debu lain yang lebih menyesakkan/Yang mungkin akan terhisap, merusak nafasmu, sedangkan jalan belum berujung/Jangan bungkuk! Bertegaplah!/Ikuti bayang meraba udara/Dunia ini tidak selalu indah

Maniak Interogasi

Sungguh tidak tahu!

Demi pencipta alam aku tidak tahu

Badan, jiwa, hasrat didera guntur

Halilintar menghujam otak

Hujan badai sudah biasa

Tetapi hati menggelora, berontak tak berdaya

Raga terkoyak, sukma teriak

Jagat raya jatuh, alam semesta runtuh, bumi rusak

Biar raga terkoyak, biar badan luluh melepuh

Sukmaku masih bisa teriak

Super Menopause!!

Kedua pasangan suami istri yang biasanya ramai, kini sepi, walaupun ketujuh anaknya berceria berusaha memberi hati. Senda gurau di beranda, canda tawa di depan meja, bercengkrama penuh gerak di atas rumput kebun diterangi mentari telah tiada.

Suami pergi cari duit di pagi hari hampa tanpa kecupan pipi dan ucapan hati-hati istri. Rutinitas kembali bergulir tidak muncul intermezzo-intermezzo menggelitik di antara mereka. Semuanya sirna tanpa suara.

Anak bungsunya berusaha merekatkan mereka, anak pertama memberi tawa, anak kedua menasehati, anak ketiga membuat janji-janji, anak keempat menarik tali supaya tersambung kembali, dan anak kelima memberi puisi. Semuanya gagal total.

Sicikal harus rela memberi kamarnya buat bapaknya. Sekarang setiap malam mereka tidur terpisah peraduan. Ketika duduk di kursi panjang lambang kehangatan keluarga, mereka berada di setiap ujung kursi, seakan menanti sesuatu yang tak pasti.

Suami hanya terdiam beku. Sedangkan sang kekasih ramai berkicau meracau tentang segala hal yang tak perlu. Melempar segala materi di depan pandang.

Walaupun begitu suami tetap tabah. Berangkat pagi pulang tepat waktu. Dia berkata pada anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu,"Ibumu lagi sensitif, biarkan saja nanti juga hilang sendiri". Ketujuh anaknya mengangguk tanda mengerti dan saling tanya maksud si Bapak.

Di malam sepi yang dingin masih terdengar alunan irama detik-detik air yang jatuh dari langit mengalun seperti alunan minuet. Sang istri berusaha mendekati suami, dengan muka memerah dan mata berair ia berusaha berkata.......,"mas! Dokterku bilang aku sudah uzur! Walaupun usiaku masih muda tapi.........aku sudah tua". Suaminya dengan muka tak berekspresi menimpali,"maksudmu itu apa Jeng? Penyakit apa yang sehingga membuat kita begini?." Ini bukan penyakit mas! tapi......katanya......aku divonis MENOPAUSE! Hujan pun turun membanjiri bumi, sang kodok mengolok. Suami hanya tertawa tergelak, berkata, "Jeng cepat atau lambat hal itu akan menimpa setiap wanita!". Tertawanya makin lantang, sang istri yang menangis tersenyum melihat kebahagiaan suaminya dan sudah tentu dirinya.

Sementara itu ketujuh anaknya yang dari tadi mengintip, saling bertanya,"Penyakit
MENOPOS?, apa itu?". Anak kedua dengan sok tahunya menjawab,"Itu penyakit buat orang yang sudah tua, seperti penyakit Keropos, nah kalo menopos itu menyerang hati bukan tulang". Sementara anak pertamanya terdiam menangis disudut ruang. Semuanya saling bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi. Anak keempat bertanya,"Kamu kenapa? kamu tau apa itu menopos?'. Anak pertama menjawab dengan histeris,"Menopos itu penyakit mematikan sama seperti deengan penyakit EIDS!

Kecil hatiku tersandung ilmu

Kecil hatiku bersandung ilmu/Belenggu kenaifan serta modernisasi/Tak dilihat kembali pluralisme dan primordialisme/Yang terbetik hanyalah sisi-sisi Internasionalis-ku/Doktrin-doktrin nasionalis, buatku tidak mungkin.

Aku bukanlah agamis atau atheis/Aku takut keatheisan justru menceburku masuk dunia munafik/Aku segan dan malu jika aku beragamis/Tertawa dan gembira diriku hidup di dunia bebas tanpa beban-beban isme/Galurku hanyalah bagian kecil rakyat dunia.


  • Buat teman-temanku yang hidup seperti sebuah wayang-wayang tanpa dalang yang merasa dirinya lebih maju dengan menuruti nafsu.